DP, Bengkulu Utara – Dikutip dari media Haulingnews.com, program ketahanan pangan Desa Penyangkak, Kecamatan Air Besi, Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu, alami kerugian. Dengan populasi 300, yang mati mencapai 35%. Jum’at, (18/07/2025).
Berdasarkan hasil investigasi ormas bidik (17/7), kematian bebek disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari minimnya penerangan, bibit tidak divaksin dan kesalahan dalam pemberian pakan. Diduga Hal itu menjadi penyebab program ketahanan pangan Budidaya Bebek bibitnya banyak mati.
Saat dikonfirmasi oleh awak media, salah seorang anggota pengurus program ketahanan pangan Desa Penyangkak menerangkan, bahwa kematian bebek sudah terjadi sejak hari kedua bibit Bebek berada di kandang. Anggota pengurus menepis bola kematian Bebek disebabkan kesalahan pemberian pakan.
Jika dikombinasikan, antara hasil investigasi Ormas Bidik dengan keterangan salah seorang anggota pengurus tersebut, maka cukup jelas menceritakan sebab musabab nya. Tergambar jelas bahwa penyebab matinya bebek sudah sangat kompleks dan wajar.
Program ketahanan pangan sepertinya hanya dijadikan tempat mencari keuntungan semata, bukan berdasarkan niat untuk dijadikan sebagai media pembelajaran budidaya bebek dan dikembangkan dalam menciptakan wirausaha.
Harusnya, ketua dan anggota pengurus progam ketahanan pangan membuka ruang diskusikan seluas luasnya, agar dapat mengidentifikasi masalah yang akan timbul dan upaya penyelesaiannya. Sehingga potensial masalah dapat diminimalisir sejak awal dan usaha mendapatkan keuntungan.
“Yang mati kami laporkan ke Ketua, karena semuanya ketua yang atur, kami hanya menerima hasil apapun keputusan. Terkait ada atau tidak garansi dari suplayer, saya rasa ketua yang lebih tahu. Penunjukan suplayer itu oleh ketua.” Terangnya.
Ketika ditanya siapa suplayer bibit tersebut, anggota pengurus menjawab sekenanya.
“setahu saya, suplayer itu perempuan, kalau tidak salah, berasal dari Bengkulu.” Pungkasnya pada awak media, yang terkesan bahwa dirinya tidak terlalu dilibatkan.
Berdasarkan keterangan dan hasil analisa, Ketua Pengurus ketahanan pangan Desa Penyangkak tersebut telah menciderai prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa di desa. Bagaimana tidak, penunjukan suplayer atau pihak ketiga tanpa melalui musyawarah terbuka. Dicurigai Ketua pengurus punya misi terselubung dalam pengadaan bibit.
Lagi lagi niat curang Ketua tergambarkan dari keterangan anggota pengurus.
“Sejak awal saya juga sudah beritahu pada Ketua, bahwa ada juga perusahaan lain yang mau ikut menawarkan bibit, tapi tidak ada respon dari ketua. Sepertinya ketua sudah ada kesepakatan sama calon suplayer itu.” Ujar anggotanya.
Keterangan tersebut semakin menguatkan dugaan, bahwa sistem pengadaan barang dan jasa kegiatan ketahanan pangan cacat prosedur. Jika memang pengurus ketahanan pangan ingin mencari perbandingan demi untuk efisien penggunaan anggaran, tentu waktu dikabarkan oleh anggotanya, ketuanya langsung merespon. Bukan justru menutup diri untuk tidak menerima penawaran dari pihak lain. Apalagi hal itu disampaikan sejak awal-awal.
Sementara, Hajar Sukadi selaku Kepala Desa Penyangkak belum dapat dikonfirmasi. Dalam kegiatan tersebut, Kepala Desa tidak hanya berperan sebagai pengguna anggaran, tetapi Kepala Desa juga berperan sebagai Ketua pengawas dalam program ketahanan pangan, sedangkan sebagai penanggung jawab teknis ialah Ketua BUMDes atau Ketua TPK-K. (Red)

